Rabu, 02 November 2011

PERAN ORANG TUA DALAM MENGOPTIMALKAN GIZI ANAK

Sering kali terjadi orang tua yang baru saja menerima selembar kartu ber-isi hasil pemeriksaan psikologis anaknya, mengerutkan dahi dan berta-nya `Apakah kecerdasan anak saya akan bertambah tinggi kalau usianya bertambah pula' atau `Kapan sebaiknya saya bawa lagi anak ini untuk di tes kembali.
Orang tua itu membawa anak laki-lakinya yang berusia 6 tahun untuk diperiksa taraf kecerdasannya sebagai salah satu syarat untuk menjadi murid di sebuah sekolah dasar kelas 1. Di kartu hasil pemeriksaaan psikologis itu tercantum nilai kecerdasan anaknya (IQ= Intelligence Quotient) adalah 98 yang ber-arti potensi kecerdasan anak berada pada taraf `rata-rata' menurut Skala Wechsler.

Dari pertanyaan dan nada suara orang tua itu, terkesan harapan agar anaknya kelak kalau bisa mempunyai taraf kecerdasan yang lebih tinggi daripada yang telah dimilikinya saat ini. Dapatkah harapan orang tua itu terwujud? Sebenarnya yang diukur pada suatu tes intelegensi adalah potensi kecerdasan seseorang. Bila pada saat pengambilan tes, se-orang anak yang sedang menjalani tes itu berada pada keadaan `normal' dan tidak ada `gangguan' yang cukup berarti seperti dalam kondisi sakit atau berkali-kali mencari orang tuanya sambil terus menangis (sedang emo-sional)maka dapat diharapkan hasil tes intelegensi itu cukup optimal dan hasilnya berlaku untuk sepanjang hidupnya. Kecuali karena adanya gangguan-gangguan di atas taraf ke-cerdasan seseorang diperkirakan relatif sama.
Masa dalam kandungan sampai 5 tahun pertama dalam kehidupan seseorang adalah masa yang penting dan cukup menentukan untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental anak selanjutnya. Apa yang `di-tabur' pada janin atau anak pada masa ini dipandang akan sangat berpengaruh dalam membangun kecerdasan fisik dan mentalnya. Pada masa ini sebaiknya orang tua melakukan `rekayasa' yang perlu untuk mengoptimalkan kecerdasan anak.
CINTA KASIH
Apa yang paling dibutuhkan janin atau anak pada bulan-bulan atau tahun-tahun pertama dalam kehidupannya? Ia terutama membutuhkan cinta kasih. Seorang ibu hendaknya telah mengungkapkan cinta kasihnya kepada anaknya sejak dini yaitu ketika anaknya masih dalam kandungan bahkan sejak bulan-bulan pertama kehamilan, yaitu dengan melakukan komunikasi dengan si janin, misalnya: kok tidur melulu, bangun dong, atau `jangan keras-keras tendangannya ya'. Dengan cara ini, sang ibu secara aktif membangun komunikasi de-ngan si janin. Komunikasi itu juga dapat diba-ngun melalui sentuhan dengan cara menge- lus-elus perutnya seolah-olah mengelus si janin.
Beberapa hari setelah lahir, bayi melakukan reaksi emosional akibat kontak pertama-nya dengan dunia luar. Jantungnya berdetak lebih cepat apabila ia mendengar suara ibu-nya. Kedekatan dan keterikatan dengan sang ibu memberi banyak pengalaman sehingga nantinya terbentuklah rasa percaya diri pada seorang anak. Komunikasi dan sentuhan yang dilandasi cinta kasih hendaknya dapat dipertahankan terutama pada masa tahun-tahun pertama dalam kehidupan seseorang. Faktor cinta kasih ini menjadi sangat penting karena saat mencintai berarti kita menerima sese- orang apa adanya. Kondisi ini menimbulkan rasa aman sehingga membuat konsentrasi anak terfokus pada potensinya,bukan pada cap atau kekurangannya.
Lingkungan yang kondusif
Anggapan bahwa kecerdasan anak dapat `direkayasa' dalam arti anak diberi kesempat-an mencapai potensi kecerdasannya yang optimal tampaknya sudah dapat diterima oleh banyak kalangan. Dari dua faktor yang paling menentukan tumbuh kembangnya anak yakni: faktor keturunan (herediter) dan faktor ling-kungan, maka `rekayasa' dengan mengen- dalikan faktor lingkunganlah yang paling aman dan dapat diterima baik ditinjau dari segi etika, moral maupun agama.
Gizi dan Nutrisi
Penelitian telah membuktikan adanya korelasi positif antara kandungan kalori/ protein yang dikonsumsi ibu hamil dengan perkem-bangan motorik maupun mental anak yang dilahirkannya. Kalaupun demikian, bayi yang mendapat konsumsi kalori protein serta zat gizi lainnya yang cukup akan memiliki perkem-bangan motorik maupun mental yang lebih baik dibandingkan bayi yang kurang menda-patkannya. Tentunya untuk mendapat hasil yang optimal, orang tuanya sebaiknya menambah wawasan dengan membaca buku-buku yang membahasnya secara terperinci atau menanyakan langsung kepada ahlinya, dokter anak atau ahli gizi.
Stimulasi/Rangsangan Otak manusia perlu dirangsang sebanyak mungkin dan dimulai sejak dini, yaitu sejak dalam kandungan. Kalau tidak ada rangsang-an, jaringan organ otak menjadi mengecil aki-bat menurunnya jaringan fungsi otak. Rangsangan dapat berupa tindakan mengajaknya berbicara, mendongeng atau memperdengarkan musik. Komunikasi hendak-nya mengalir dengan bahasa yang sederhana, sehari-hari, dimengerti dan `dimiliki' anak. Dengan demikian diharapkan bayi atau anak mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan dunia luar, khususnya dalam hal berbahasa. Selanjutnya, bayi atau anak diharapkan dapat mengungkapkan berbagai macam pengalaman emosional yang diterimanya, misalnya ketika anak minum ASI, dicium dan disayang. Ia juga belajar cinta kasih yang ada kaitannya dengan kakaguman, kebanggaan, pemberian maaf dan persahabat-an. Rangsangan-rangsangan yang tepat diharapkan dapat `memunculkan' potensi/bakat kemampuan anak, seperti antara lain: musik, matematika, melukis, menari dan lain sebagainya.



Mengoptimalkan Potensi Anak pada Lima Tahun Pertama


PENDAHULUAN

SERING orang tua bertanya, mengapa watak, kemampuan, dan perilaku anaknya yang sekarang sekolah di SMA ”tiba-tiba” tampak berbeda dengan teman-teman lainnya, padahal ia mengalami masa kecil yang sama dengan teman-teman pada umumnya? ”Bukankah anakku juga minum susu, makan nasi, daging, juga buah dan sayur, plus ice cream, bahkan multi vitamin?”

Pertanyaan itu terus berlanjut. Mengapa anak tetanggaku jadi anak penurut sedang anakku sangat pemberang, anak tetanggaku selalu tersenyum sedang anakku selalu cemberut, anak tetanggaku bisa sangat bandel sedangkan anakku mudah menangis, anak tetanggaku bisa menyanyi dengan suara merdu sedang anakku bersuara sumbang, anak tetanggaku bisa pintar melukis sedang anakku suka mebuat grafiti di tembok rumah? Anak tetanggaku selalu menjadi juara kelas sementara anakku suka tawuran? Apakah ini karena takdir? Kalau begitu mengapa takdir baik selalu jatuh pada orang lain, sementara takdir jelek selalu pada diri saya?
Pertanyaan gugatan di atas mencerminkan, bahwa kita lebih suka melihat kepada hasil yang dicapai daripada proses. Kita sering tidak peduli pada proses karena maunya cepat jadi atau ingin instan, maka yang ditempuh adalah jalan pintas. Hasilnya adalah anak seolah-olah bisa; padahal yang terjadi adalah sesuatu yang semu, palsu dan lebih pada ambisi orang tua, bukan kebutuhan anak.
Seperti apa anak setelah dewasa, atau ketika memasuki masa belajar di SMA, SMP bahkan masih di SD, sesungguhnya amat bergantung pada bagaimana orang tua mengasuh anak pada usia lima tahun pertama. Masa ini adalah masa kegemilangan ruang intelektual, emosi, spiritual dan motorik anak, sehingga para ahli anak menyebutnya sebagai masa golden age. Para peneliti menyimpulkan pembentukan intelegensia seorang indivisu 50 % berlangsung pada usia 1-4 tahun, hingga usia 8 tahun menjadi 80 % dan mencapai 100 % pada usia 18 tahun.
PANDANGAN TENTANG ANAK
Ada beberapa pandangan dasar tentang anak. Pertama, pandangan lama yang menganggap bahwa anak lahir dengan membawa takdir yang tidak bisa diubah berupa bakat dan kemampuan yang tak bisa diubah. Jangan paksa anak untuk melukis atau menyanyi atau menari, karena melukis-menyanyi-dan menari adalah bakat yang dibawa sejak lahir, begitulah kira-kira aliran ini melihat anak.
Konsekuensinya, untuk apa upaya manusia mengembangkan anak, sebab bukankah anak sudah ditakdirkaan dalam bakat-bakat tertentu? Pendidikan tidak akan mampu mengubah bakat, pengasuhan tidak akan mengubah takdir. Pada saatnya, secara alamiah bakat anak akan muncul, tanpa jasa dari orang tua atau guru.
Kedua, aliran Tabularasa, dikemukakan oleh John Locke, yang melihat anak lahir dalam kondisi putih bersih laksana meja lilin yang akan ditulisi apa saja bisa bergantung kemauan orang tua. Pandangan ini menolak keberadaan bakat bawaan pada anak. Tugas orang tua adalah menulisi meja tersebut, mau seperti apa yang paling menentukan adalah orang tua dan guru. Oleh sebab itu orang tua berperan mengarahkan ke mana anak akan dibawa dengan konsep yang sudah disiapkan.
Pandangan lain yang lebih maju dikemukakan oleh Jean Piaget. Menurutnya anak lahir dengan segala keunikan potensi, yang antara satu dengan yang lainnya tidaklah sama, bahkan anak kembar sekali pun. Tugas orang dewasa adalah menyiapkan lingkungan yang memungkinkan potensi-potensi yang dimiliki anak bisa berkembang optimal, baik potensi nalar ( intelegensi), rasa (emosi), spiritual, maupun ketrampilan (motorik).
Potensi intelegensia anak akan berkembang pesat bila orang tua menyediakan perpustakaan atau bahan-bahan bacaan lainnya. Potensi emosi akan menjadi optimal manakala orang tua menyediakan suasana keluarga yang harmonis, hubungan kasih sayang antaranggota keluarga. Demikian pula potensi motorik akan bangkit bila ada ruang daan fasilitas yang mendukung, tanpa itu tentulah akan sulit berkembang, apalagi bila yang tersedia adalah hal yang sebaliknya.
Abraham Maslow melengkapi pemikiran tersebut dengan teori motivasi. Menurutnya, potensi-potensi unik sorang anak akan muncul apabila diberi motivasi dengan cara penyampaian wawasan, contoh orang tua, pergaulan dengan teman lain, maupun pengalaman langsung.
POLA ASUHAN SEBAGAI KUNCI
Mencermati pendapat di atas dengan memasukan pengalaman yang selama ini kita peroleh memberikan pengertian kepada kita bahwa kata kunci sukses mengantarkan anak menuju perkembangan optimal adalah pada pola asuhan. Seperti apa kita menerapkan pola asuhan, itulah bentuk karakter perkembangan anak yang akan terjadi.
Pola asuhan yang melekat adalah siapa yang paling dekat dengan seorang anak. Apabila yang paling dekat adalah ibu, maka watak-watak ibu akan berpengaruh. Bila yang dekat adalah ayah maka watak ayahlah yang akan membekas. Demikian pula bla ternyata guru di Taman kanak-kanak yang paling dekat, maka perilaku anak akan mengikuti gurunya. Begitu pula bila yang paling dekat adalah baby siter atau pembantu, maka karakter pembantulah yang akan melekat pada jiwa anak.
Sering orang tua tiba-tiba kaget mengapa si kecil tidak mau lagi menuruti perintahnya, bahkan suka membantah. Sebaliknya ketika diperintah oleh pembantu justeru sangat menurut, lalu menyalahkan pembantu jangan-jangan selama ini diajari agar anaknya tidak mematuhi perintahnya. Ia tidak menyadari bahwa selama ini perhatian yang diberikan kepada si kecil memang sangatlah kurang karena kesibukannya.
Itulah maka kedekatan dengan si kecil harus dibangun sejak dini.
INISISASI DINI ASI
Pola asuhan dimulai sejak anak lahir, malahan ketika anak masih dalam kandungan. Begitu anak lahir tanpa perantara siapapun anak diinisiasi untuk menikmati air susu ibu (ASI). Di dalam ASI lah pertalian ibu dan anak sangat sangat kuat tak ada yang menandingi. Tinjauan medis paling mutakhir menunjukkan, bahwa di dalam ASI bukan hanya termuat gizi yang sangat tinggi, tetapi juga zat-zat inti perekat antara seorang anak dan ibu. Memisahkan anak dengan ASI sama dengan memisahkan anak dengan kehidupan, karena di sanalah ia berasal dan menemukan kehangatan, harapan, lindungan, dan kemutlakan cinta.
Dengan alasan apapun, anak harus diberi hak utama yaitu menikmati air susu ibu. ASI tidak akan tergantikan oleh susu formula macam apapun. Susu formula hanya menyediakan gizi semu, sedangkan ASI mengandung gizi sejati, cinta, harapan, bahkan aneka zat kekebalan tubuh yang melindungi anak dari bebagai penyakit. Menyediakan berbagai fasilitas kepada anak tanpa menyediakan ASI sesungguhnya seperti memberikan tubuh tanpa memberikan jiwanya.
Inisiasi diberikan dalam waktu 30-60 menit setelah kelahiran, tanpa dibersihkan terlebih dahulu. Bila ini dilakukan selama minimal 6 bulan (ASI eklusif) maka akan terjadi latihan reflek berfikir sekaligus pencegahan terhadap serangan penyakit menular atau infectious disease (Utami Rusli, 2007).
Boleh dikatakan, perlakukan apapun menjadi sia-sia bagi masa depan anak apabila orang tua tidak memberikan ASI eklusif. Potensi anak akan berkembang secara optimal, bila dalam hidupnya menikmati ASI eklusif.
JANGAN MELARANG
Kesalahan paling fatal orang tua adalah kegemarannya melarang banyak hal kepada anak-anak kita. Rupanya kegemaran ini juga menjadi ciri khaas orang deawasa di banyak negara, sehingga UNICEF pada tahun 2000 mencanangkan gerakan ”Say Yes For Children” ( Katakan Ya, untuk anak).
Bayangkan; anak menangis dilarang, anak bangun malam dilarang, anak menggigit kain dilarang, anak berteriak dilarang, anak ikut ke mana orang tua pergi dilarang, anak bermain dengan teman-teman di luar di larang, semua pendidikan bentuknya larangan. Akibatnya anak diam-diam menyimpan tekanan jiwa. Sublimasinya, ia tetap akan melakukan apa yang diinginkan bila tidak ada orang tua, atau menjadi apatis dengan tidak melakukan apapun karena pasti akan dilarang oleh orang tua.
Untuk diingat, menangis adalah satu-satunya ekpresi anak di awal kehidupannya, maka tidak seharusnya ia dilarang untuk menangis. Bermain juga adalah media eksplorasi anak dalam mengenal lingkungannya dan mengekspresikan impuls-impuls dalam dirinya. Bermain yang bagi orang tua sesuatu yang tidak serius dan hanya membuang waktu, bagi seorang anak adalah dunia yang sangat penting karena di sanalah ia mencari eksistensi diri. Bagi anak, waktu 24 jam masih kurang untuk bermain.
Yang diperlukan orang tua adalah memastikan bahwa tempat di mana anak bermain adalah tempat yang bersih dan aman. Selebihnya biarkan anak mengekplorasi diri karena disinilah anak berlatih seluruh potensi unik yang dimiliki.
PERAN ORANG TUA DAN GURU
Dengan perspektif seperti itu, di manakah peran orang tua dan guru Taman Bermain/Taman kanak-kanak/PAUD? Pertama, orang tua sebagai fasilitator yaitu menyediakan lingkungan dan sarana belajar anak untuk mengembangkan potensinya. Ank punya minat musik akan berkembang apabila mendapat dukungan fasilitas yang berhubungan dengan musik seperti alat musik, buku-buku tantang musik, kesempatan menonton musik, bergaul dengan para pemusik dan sebagainya. Demikian juga untuk minat-minat yang lain. Asumsinya, semakin dipenuhinya fasilitas yang dibutuhkan anak, akan semakin berkembang potensi-potensi yang dimiliki seorang anak.
Kedua, orang tua sebagai motivator. Peran ini dilakukan dengan memberikan dorongan dan dukungan bagi berbagai hal yang menjadi minat seorang anak. Apabila anak melakukan kekeliruan tidak disalahkan atau disudutkan tetapi diberi berikan bimbingan dengan kalimat-kalimat yang membangkitkan semangat. Ketika anak memasukkan bola ke gawang, tidak dvonis anak itu bodoh dan tak mampu menjadi pemain bola. Sebaliknya orang tua akan berkata;”Wah hebat, tendanganmu sudah keras, tetapi akan lebih baik kalau juga tepat sasaran. Cobalah tenang sedikit sehingga bola yang kamu tentang akan masuk e gawang’’.
Ketiga, orang tua sebagai inisiator, yaitu contoh atau teladan bagi anak-anak. Contoh atau teladan akan lebih mudah tertanam di dalam benak anak, dan pada gilirannya akan menjadi habitus yang akan berlanjut hinga dewasa kelak. Janganlah kita merokok bila kita ingin anak merokok, janganlah suka marah-marah bila tidak ingin anak kita menjadi pemberang, janganlah suka bicara kotor bila kita inginkan anak-anak berlaku sopan santun.
Keempat, mendengarkan suara anak. Ini sangat penting karena apa yang diinginkan anak dengan yang kita pikirkan tentang anak sangat berbeda. Orang tua sering menganggap bahwa dengan memberikan pakaian bagus dan makanan enak ia sudah memenuhi keinginan anak. Tetapi jangan kaget karena ketika kita minta agar anak kita menuliskan secara bebas tentang apa yang diinginkan, keinginan anak berbeda dengan keinginan orang tua sperti; ”Saya ingin Ibu sering membelai rambut saya”, ”Saya ingin ayah tidak suka berteriak-teriak memarahi pembantu”, ”Saya ingin ayah dan ibu pernah nonton teve bareng”, dan sebagainya, keinginan-keinginan yang kelihatannya sangat ringan, tetapi sangat penting bagi pemenuhan hak-hak anak.
PERAN TAMAN BERMAIN
Bermain adalah hak anak yang harus dipenuhi. Bermain bagi seorang anak adalah saat di mana ia bisa mengekspresikan semua potensi yang ada dalam dirinya. Dengan demikian, anak yang semasa kecil ha-hak bermainnya tidak dipenuhi karena berbagai lasan, berarti ia telah kehilangan masa anak-anaknya.
Di dalam bermain seorang anak akan beajar berkomunikasi dengan orang lain (atau bayangan orang lain), menjelajah lingkungan hidup, belajar bersosialisasi, belajar kedisiplinan, kejujuran, kerjasama, saling membantu bagi yang membutuhkan, serta belajar kasih sayang dengan orang lain. Tiada kegiatan paling penting bagi seorang anak kecuali bermain. Melarang bermain berarti melarang menjadi anak.
Peran Taman bermain (TK/Kindegarden/PAUD) dan sebagainya dengan demikian menjadi amat penting posisinya, yaitu menjembatasi anak dalam masa transisi dari masa anak-anak ke dalam masa bersekolah. Tugas guru adalah menyediakan ruang ekspresi bagi anak. Oleh karena itu Taman Kanakkanak akan lebih memiliki arti bagi perkembangan anak apabila banyak memiliki fasilitas bermain. Mengajarkan kejujuran dan kedisiplinan tidak mungkin hanya dengan ceramah, dipastikan tidak akan menghasilkan apa-apa. Bermain peran, adalah metode yang jauh lebih cocok untuk target tersebut.
Demikian juga mengajarkan membaca-menulis dan berhitung kepada anak-anak TK tidak akan menghasilkan apapun kecuali kebanggaan semu dari orang tua. TK bukan bukan sekolah dengan administrasi ketat. TK adalah taman bermain yang harus dikondisikan seperti di rumah dengan memberikan stimulus agar anak mulai belajar mandi sendiri, makan sendiri, mencuci tangan, berimajinasi dan sebagainya.
Sayangnya banyak orang tua keblinger, dikiranya apabila sejak TK sudah bisa membaca dan menulis maka akan menjamin di masa sekolah ia akan lebih pandai dbandingkan teman-temannya. Guru-guru TK pun kemudian dengan bangga memamerkan kepada teman-teman guru dari TK lainnya, bahwa di TK nya anak-anak sudah diajari membaca menulis dan berhitung bahkan bahasa Inggris. Ia tidak tahu, itu semua salah dan tak akan menolong anak-anak di masa depan dari kehidupan pelik yangdihadapi orang deawasa. Lebih ngawur lagi, ada SD yang dalam penerimaan siswa baru mensyaratakan pendidikan Taman kanak-kanak.

PRAKTEK KEKERASAN DI SEKOLAH

Satu prinsip yang harus dipedomani adalah tidak boleh ada praktek kekerasan pada anak-anak, baik di rumah, taman bermain maupun sekolah. Anak-anak yang mengalami kekerasan akan trauma, dan secara langsung akan berpengaruh pada berkembangnya daya-daya intelektual anak.

Sayangnya dalam praktek keseharian kita masih suka melakukan tindak kekerasan apabila merasa galal menyampaikan pesan kepada seorang anak atau merasa disepelekan anak, atau karena alasan lainnya. Disebabkan ketidakberdayaan fisik maupun psikis ketika menghadapi kekerasan yang dilakukan oleh orang tua, akhirnya banyak jatuh korban tindak kekerasan pada anak.

Kekerasan diartikan sebagai tindakan yang menyebabkan seseorang menderita atau dalam keadaan tertekan tanpa bisa melakukan perlawanan. Di masa lalu, kekerasan hanya diartikan tindakan fisik semata, tetapi sekarang sudah lazim digunakan ada kekerasan fisik dan ada kekerasan psikis. Yang terakhir tersebut memang lebih sulit mengukurnya karena tidak nampak, tetapi lebih fatal akibatnya karena tidak ada kepastian bagaimana cara penyembuhannya.

Data di Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan dari analisa 19 surat kabar nasional yang terbit di Jakarta selama tahun 2007 saja mencapai 455 kasus kwa seekerasan terhadap anak yang diberitakan. Dari Kejaksaan Agung diperoleh data, selama tahun 2006 terdapat 600 kasus kekerasan terhadap anak (KTA) yang telah diputus Kejaksaan Agung. Sebanyak 41 % di antaranya terkait dengan kasus pencabulan dan pelecehan seksual. Adapun 41 % lainnya berkenaan dengan perkosaan. Sisanya, 7 % tindak perdagangan anak, 3 persen kasus pembunuhan, 7 % tindak penganiayaan, 5 % tidak diketahui. (Laporan Pemerintah Indonesia kepada Komite Anak Dunia, 2008.
Sementara itu Komnas Perlindungan Anak , melaporkan bahwa selama tahun 2007 praktek KTA mengalami peningkatan sampai 300 persen, dari tahun sebelumnya 40.398.625 kasus menjadi sebanyak 13.447.921 kasus pada tahun 2008.(Media Indonesia, 12 Juli 2008).

Berbagai jenis dan bentuk kekerasan dengan aneka variannya diterima oleh anak-anak Indonesia seperti; pembunuhan, perkosaan, pencabulan, penganiayaan, trafiking, , aborsi, pedofilia, dan berbagai eksploitasi anak dalam bidang pekerjaan penelantaran, penculikan, melarikan anak, penyanderaan dan sebaginya.
Ada data menarik di KPAI, bahwa dari seluruh tindakan KTA terhadap 11, 3 persen dilakukan oleh guru, atau nomer dua setelah kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar anak yang mencapai 18 %. Mula-mula penulis tidak percaya terhadap fenomena tersebut. Namun setelah dilakukan analisis data pemberitaan kekerasan terhadap anak oleh semua surat kabar penulis semakin terhenyak kaget, karena sepanjang paruh pertama tahun 2008, kekerasan guru terhadap anak mengalami peningkatan tajam yakni mencapai 39,6 persen dari dari 95 kasus KTA, atau paling tinggi dibandingkan dengan pelaku-pelaku kekerasan pada anak lainnya.

Jenis kekerasan yang dilakukan guru terhadap anak belum termasuk perlakuan menekan dan mengancam terhadap anak yang dilakukan guru selama menjelang pelaksanaan Ujian Nasional (UN) atau Ujian Akhir sekolah Berstandar Nasional (UASBN). Apabila kekerasan psikis tersebut dimasukkan, persentase akan semakin tinggi, berdasarkan pengaduan anak dan orang tua wali murid kepada KPAI.
Ini kondisi yang memprihatinkan karena sebagaimana teori psikoanalisa mengatakan, anak akan melakukan apa yang pernah diterima dari orang tua. Aetinya, bila anak-anak sekarang diperlakukan keras, maka ia kelak akan memperlakukan orang lain dengan kekerasan pula. Dengan begitu kekerasan laksana spiral yang akan selalu melahirkan kekerasan baru dengan eskalasi yang terus meningkat
PENUTUP

Undang-undang Nomer 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menyebutkan, bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh berkembang, dan berpatisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 4).

Pada bagian lain dinyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9).

Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berkreasi, dan rekreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.(Pasal 11).

Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut, serta memperhatikan kondisi anak pada masa golden age, maka sungguh kita tidak boleh salah dalam menerapkan pola asuhan terhadap anak pada usia lima tahun pertama. Kesalahan pada masa ini, bisa jadi akan menjadi kesalahan selamanya yang akan sulit diperbaiki.
hiperemensis gravidarum

Mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum) adalah gejala yang wajar dan sering kedapatan pada kehamilan trimester I. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Gejala – gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. Mual dan muntah terjadi pada 60 – 80% primi gravida dan 40 – 60% multi gravida. Satu diantara seribu kehamilan, gejala – gejala ini menjadi lebih berat

Perasaan mual ini desebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon estrogen dan HCG (Human Chorionic Gonadrotropin) dalam serum. Pengaruh Fisiologik kenaikan hormon ini belum jelas, mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan lambung lambung yang berkurang. Pada umumnya wanita dapat menyesuaikan dengan keadaan ini, meskipun demikian gejala mual dan muntah yang berat dapat berlangsung sampai 4 bulan. Pekerjaan sehari – hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Keadaan inilah yang disebut hiperemesis gravidarum. Keluhan gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit. (Prawirohardjo, 2002)

Mual dan muntah merupakan gangguan yang paling sering kita jumpai pada kehamilan muda dan dikemukakan oleh 50 – 70% wanita hamil dalam 16 minggu pertama. Kurang lebih 66% wanita hamil trimester pertama mengalami mual- mual dan 44% mengalami muntah – muntah. Wanita hamil memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya sangat turun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuri, keadaan ini disebut hiperemesis gravidarum dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Perbandingan insidensi hiperemesis gravidarum
4 : 1000 kehamilan. (Sastrawinata, 2004)

Diduga 50% sampai 80% ibu hamil mengalami mual dan muntah dan kira – kira 5% dari ibu hamil membutuhkan penanganan untuk penggantian cairan dan koreksi ketidakseimbangan elektrolit. Mual dan muntah khas kehamilan terjadi selama trimester pertama dan paling mudah disebabkan oleh peningkatan jumlah HCG. Mual juga dihubungkan dengan perubahan dalam indra penciuman dan perasaan pada awal kehamilan. (Walsh, 2007)
Hiperemesis gravidarum didefinisikan sebagai vomitus yang berlebihan atau tidak terkendali selama masa hamil, yang menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, atu defisiensi nutrisi, dan kehilangan berat badan. Insiden kondisi ini sekitar 3,5 per 1000 kelahiran. Walaupun kebanyakan kasus hilang dan hilang seiring perjalanan waktu, satu dari setiap 1000 wanita hamil akanmenjalani rawat inap. Hiperemesis gravidarum umumnya hilang dengan sendirinya (self-limiting), tetapi penyembuhan berjalan lambat dan relaps sering umum terjadi. Kondisi sering terjadi diantara wanita primigravida dan cenderung terjadi lagi pada kehamilan berikutnya

Minggu, 30 Oktober 2011

Manfaat senam hamil

Olah raga sangat penting bagi ibu hamil, untuk tetap mendapatkan tubuh yang sehat dan bugar. Namun olah raga yang dilakukan, juga harus yang sesuai dengan perubahan fisik. Senam yang pas dilakukan saat kehamilan adalah senam hamil.
Senam hamil biasanya dimulai saat kehamilan memasuki trisemester ketiga, yaitu sekitar usia 28-30 minggu kehamilan. Selain untuk menjaga kebugaran, senam hamil juga diperlukan untuk meningkatkan kesiapan fisik dan mental calon ibu selama proses persalinan. Berikut beberapa tujuan senam hamil:
1. Menguasai teknik pernapasan.
Latihan pernapasan sangat bermanfaat untuk mendapatkan oksigen, sedangkan teknik pernapasan dilatih agar ibu siap menghadapi persalinan.
2. Memperkuat elastisitas otot.
Memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot-otot dinding perut, sehingga dapat mencegah atau mengatasi keluhan nyeri di bokong, di perut bagian bawah dan keluhan wasir.
3. Mengurangi keluhan.
Melatih sikap tubuh selama hamil sehingga mengurangi keluhan yang timbul akibat perubahan bentuk tubuh.
4. Melatih relaksasi.
Proses relaksasi akan sempurna dengan melakukan latihan kontraksi dan relaksasi yang diperlukan untuk mengatasi ketegangan atau rasa sakit saat proses persalinan.
5. Menghindari kesulitan.
Senam ini membantu persalinan sehingga ibu dapat melahirkan tanpa kesulitan, serta menjaga ibu dan bayi sehat setelah melahirkan.
Hampir di setiap rumah sakit bersalin memiliki kelas senam hamil. Ada baiknya Anda mensurvey rumah sakit tempat Anda akan bersalin, sekaligus mengikuti program senam hamil di rumah sakit tersebut.
Tapi bila lokasinya jauh dan Anda tak punya cukup waktu untuk ke rumah sakit, sebenarnya senam hamil juga bisa dilakukan sendiri di rumah. Namun senam ini harus dilakukan secara teratur, dengan kondisi yang tenang dan menggunakan pakaian yang longgar. Berikut beberapa petunjuk dalam melakukan senam hamil:
Latihan Otot Kaki
1. Duduklah dengan posisi kedua lutut diluruskan, tubuh bersandar pada kedua lengan yang diletakkan di belakang pantat.
2. Tegakkan kedua telapak kaki dengan lutut menekan kasur. Kemudian tundukkan kedua telapak kaki bersama jari-jarinya. Ulangi beberapa kali.
3. Hadapkan kedua telapak kaki satu sama lain dengan lutut tetap menghadap ke atas, kembalikan ke posisi semula. Ulangi terus sebanyak beberapa kali.
3. Kedua telapak kaki digerakkan turun ke arah bawah, lalu gerakan membuka ke arah samping, tegakkan, kembali, dan seterusnya.
4. Kedua telapak kaki buka dari atas ke samping turunkan, hadapkan, kembali ke posisi semula, dan seterusnya.
Kegunaan: Memperlancar sirkulasi darah di kaki dan mencegah pembengkakan pada pergelangan kaki.
Latihan Pernafasan
1. Pernafasan perut
- Tidurlah terlentang dengan satu bantal, kedua lutut dibengkokkan dan dibuka kurang lebih 20 cm.
- Letakkan kedua telapak tangan di atas perut di sekitar pusat sebagai perangsang. Keluarkan napas dari mulut (tiup) sambil tangan menekan perut ke dalam.
- Tarik napas dari hidung dengan mulut tertutup, perut mengembang mendorong kedua tangan ke atas. Perhatikan bahwa gerakan pernafasan dilakukan dengan perut (jadi dada tidak ikut kembang kempis).
Kegunaan: Melemaskan dinding perut agar mudah diperiksa oleh dokter/bidan.

2. Pernafasan iga

- Tidur terlentang (seperti pada pernapasan perut), letakkan kedua tangan dalam posisi mengepal di iga sebagai perangsang.
- Bernapaslah seperti pada pernapasan perut, dengan pengecualian tangan menekan iga ke dalam dan iga mengembang mendorong kedua tangan ke arah samping luar.
Kegunaan: Mendapatkan oksigen sebanyak mungkin.
3. Pernapasan dada
- Tidur terlentang (seperti pada pernapasan perut), letakkan kedua tangan di dada bagian atas.
- Keluarkan napas dari mulut (tiup) dengan tangan menekan dada ke arah dalam.
- Tarik napas dari mulut dengan mulut terbuka, dada mengembang mendorong ke dua tangan ke atas.
Kegunaan: Mengurangi rasa sakit saat bersalin.
4. Pernapasan panting (pendek-pendek dan cepat)
Pernapasan ini menyerupai pernapasan dada, hanya saja irama pernapasan lebih cepat dengan gerakan napas dihentikan separuhnya (bernapas tidak terlalu dalam, pendek-pendek saja).
Kegunaan: Istirahat atau menghilangkan lelah sesudah mengejan. Juga dilakukan saat ibu sudah merasa ingin mengejan sementara pembukaan belum lengkap, supaya jalan lahir tidak bengkak atau sobek.
Semua gerakan latihan pernapasan di atas sebaiknya dilakukan enam kali sehari, di pagi hari sesudah bangun tidur dan malam hari sebelum tidur.
Latihan Otot Panggul
1. Tidur terlentang, kedua lutut dibengkokkan.
2. Letakkan kedua tangan di samping badan. Tundukkan kepala dan kerutkan pantat ke dalam hingga terangkat dari kasur.
3. Kempeskan perut hingga punggung menekan kasur. Rasakan tonjolan tulang panggul bergerak ke belakang.
4. Lemaskan kembali dan rasakan tonjolan tulang bergerak kembali ke depan. Ulangi gerakan ini 15-30 kali sehari.
Kegunaan: Mengembalikan posisi panggul yang berat ke depan, mengurangi dan mencegah pegal-pegal, sakit pinggang dan punggung serta nyeri di lipat paha.
Latihan Otot Betis
1. Berdiri sambil berpegangan pada benda yang berat dan mantap.
2. Posisikan ibu jari dan jari-jari lain menghadap ke atas.
3. Regangkan kaki sedikit dengan badan lurus dan pandangan lurus ke depan.
4. Tundukkan kepala seraya berjongkok perlahan sampai ke bawah tanpa mengangkat tumit dari lantai.
5. Setelah jongkok, lemaskan bahu. Kempeskan perut, kemudian perlahan kembalilah berdiri tegak, lepaskan kerutan. Lakukan enam kali dalam sehari.
Kegunaan: Mencegah kejang di betis.

Latihan Otot Pantat

1. Tidur terlentang tanpa bantal, kedua lutut dibengkokkan dan agak diregangkan.
2. Dekatkan tumit ke pantat dengan kedua tangan di samping badan.
3. Kerutkan pantat ke dalam sehingga lepas dari kasur, angkat panggul ke atas sejauh mungkin.
4. Turunkan perlahan (pantat masih berkerut), lepaskan kerutan, dsb. Ulangi enam kali sehari.
Kegunaan: Mencegah timbulnya wasir saat mengejan.
Latihan Anti Sungsang
1. Ambil posisi merangkak, kedua lengan sejajar bahu, kedua lutut sejajar panggul dan agak diregangkan.
2. Kepala di antara kedua tangan, tolehkan ke kiri atau ke kanan.
3. Letakkan siku di atas kasur, geser siku sejauh mungkin ke kiri dan ke kanan hingga dada menyentuh kasur. Lakukan sehari 2 kali selama 15 – 20 menit/kali.